Translate

Selasa, 06 Juni 2017

I AM SORRY




Shan tiba-tiba saja masuk ke dalam kamarku.

“Dingin, mas,” katanya sambil mengigil.
“Hehehe... masak sih?”

“Iya ...” katanya sambil menutup pintu kamarku.

Dia segera mengambil baju dan celananya di atas ranjangku.  Shan berniat mengenakan bajunya. Aku menahannya. Kupeluk tubuhnya dari belakang. Shan berbalik badan, mencium pipiku. Aku mencium pipinya balik.

God ... betapa indah sinar matanya itu.

“Mas ... aku ...”

Shan tak sempat menyelesaikan kalimatnya. Aku mencium bibirnya yang seksi itu. Shan terkaget, namun segera mengimbangi dengan ciuman panas yang membuatku kian bersemangat.

Kutarik handuk yang masih menyelimuti tubuh bagian bawahnya.

TUING TUING TUING ...

Penis Shan sudah berdiri tegak membentuk sudut 45 derajad. Lelaki perkasa. Ukurannya tidaklah terlalu besar, namun inilah penis yang paling indah yang pernah kulihat. Warnanya merah ranum dengan otot-otot yang menghiasi kulit luarnya. Penis perkasa.

Kami bercinta dengan panasnya sore ini. Pelukan dan ciuman Shan benar-benar memabukkan jiwaku. Aku terhanyut dalam irama permainan cintanya. Aku lupa dengan statusnya yang baru saja kuperiksa. Aku tak peduli siapa dan bagaimana Shan sebenarnya.  Yang kutahu, dia memang pandai bercinta.

**

“Aku pulang, mas,” kata Shan.
“Kog keburu?”

“Aku biasa pulang jam segini, mas. Nggak enak nanti kalau ditanya-tanya istriku,” katanya sambil membenahi bajunya.  Dia juga memperhatikan detail tubuhnya. Dia periksa leher, dada dan perutnya.

Aku tadi merangsang birahinya di titik-titik itu.

“Nggak ada cupangnya  kog ... “ kataku meyakinkannya.

“Hehehe ... iya mas. Kalau ketahuan, bisa gawat”
“Iya. Aku tahu kog”

“Jadi gimana, mas?”
“Apa?”

“Kita jadian?”

Aku menatapnya dengan serius.  Aku seperti tak percaya dengan apa yang kudengar. Pasti dia masih kena efek mabuk cinta kilat sesaat. Aku bukannya tak mau menjalin hubungan dengannya.  Tapi apa benar seorang escort bisa menjaga komitmennya?

“Maaf, kamu escort kan?”

Shan duduk di sebelahku.  Mukanya masih terlihat lesu. Kelelahan mulai nampak di wajahnya itu.

“Maaf, aku baca itu di profil grindrmu”
  
“Iya, mas. Tapi aslinya aku suka pria dewasa”

“Hmm”

“Kamu suka aku, mas?”

“Suka”

“Trus? Mau jadian sama aku?”

Shan ... Shan ... Shan.

Aku memeluknya.
Aku menciumnya sekali lagi. 
Shan membalas ciumanku.

“Aku suka kamu, Shan. Tapi untuk jadian, aku butuh waktu”
“Lama?”

“Shan, kamu serius?”
“Serius”

“What about your wife?”
“Dia kan gak tahu”

“Kita jadian sembunyi-sembunyi?”
“Iya”

“Itu yang berat buatku”

“Maksudnya gimana?”

“Jujur aku merasa sangat bersalah kalau menjalin hubungan sama pria beristri”

“Kamu nggak sayang aku?”

“Sayang. Aku sayang kamu. Tapi ... ah gimana ngomongnya ...”
“Karna aku escort, kan?”

Aku diam.  Kuberi dia kesempatan bicara. Aku ingin tahu apa yang ada dalam pikirannya. Meski dia ‘hanya’ seorang escort, dia berhak bicara. Aku yakin, dia juga punya cinta dan sayang. Cinta yang berbeda tentu saja.

Namun entah, dalam benakku sudah tertanam bahwa seorang escort pasti menebar rasa sayangnya pada semua pelanggannya. Apapun pasti dilakukannya demi  lembaran-lembaran rupiah.

“OK. Gak papa, mas. Aku terima”
“Jangan salah sangka”

“Maksudnya gimana?”

“Shan ... semua butuh proses. Kita lihat saja ke depan. Aku gak bisa memutuskan sekarang. Bisa aja aku bilang ya sekarang, tapi kalau gak konsisten buat  apa?”

“Iya, mas”

“Thanks sudah mengerti”

“Aku masih boleh main ke sini?”

“Kapan saja”

“Beneran, mas?”

“Pasti”

“Thanks, mas”

Kami berciuman sekali lagi.
Lagi dan lagi.

“Shan ... sekali lagi ya ...”

“Apa ...”

Aku tak perlu menjelaskan apa yang kumau.  Kami bercinta sekali lagi.  Kali ini lebih romantis. Super romantis, malah.  Kami bercinta seolah  esok kami tak bakal bertemu lagi.

Damned ... I love him so much.

“I Love You, Shan”
“I love you too, mas”


-happy ending-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar