Shan tiba-tiba saja masuk ke dalam kamarku.
“Dingin,
mas,” katanya sambil mengigil.
“Hehehe...
masak sih?”
“Iya
...” katanya sambil menutup pintu kamarku.
Dia
segera mengambil baju dan celananya di atas ranjangku. Shan berniat mengenakan bajunya. Aku
menahannya. Kupeluk tubuhnya dari belakang. Shan berbalik badan, mencium
pipiku. Aku mencium pipinya balik.
God
... betapa indah sinar matanya itu.
“Mas
... aku ...”
Shan
tak sempat menyelesaikan kalimatnya. Aku mencium bibirnya yang seksi itu. Shan
terkaget, namun segera mengimbangi dengan ciuman panas yang membuatku kian
bersemangat.
Kutarik
handuk yang masih menyelimuti tubuh bagian bawahnya.
TUING
TUING TUING ...
Penis
Shan sudah berdiri tegak membentuk sudut 45 derajad. Lelaki perkasa. Ukurannya
tidaklah terlalu besar, namun inilah penis yang paling indah yang pernah
kulihat. Warnanya merah ranum dengan otot-otot yang menghiasi kulit luarnya.
Penis perkasa.
Kami
bercinta dengan panasnya sore ini. Pelukan dan ciuman Shan benar-benar
memabukkan jiwaku. Aku terhanyut dalam irama permainan cintanya. Aku lupa
dengan statusnya yang baru saja kuperiksa. Aku tak peduli siapa dan bagaimana
Shan sebenarnya. Yang kutahu, dia memang
pandai bercinta.
**
“Aku
pulang, mas,” kata Shan.
“Kog
keburu?”
“Aku
biasa pulang jam segini, mas. Nggak enak nanti kalau ditanya-tanya istriku,”
katanya sambil membenahi bajunya. Dia
juga memperhatikan detail tubuhnya. Dia periksa leher, dada dan perutnya.
Aku
tadi merangsang birahinya di titik-titik itu.
“Nggak
ada cupangnya kog ... “ kataku
meyakinkannya.
“Hehehe
... iya mas. Kalau ketahuan, bisa gawat”
“Iya.
Aku tahu kog”
“Jadi
gimana, mas?”
“Apa?”
“Kita
jadian?”
Aku
menatapnya dengan serius. Aku seperti
tak percaya dengan apa yang kudengar. Pasti dia masih kena efek mabuk cinta
kilat sesaat. Aku bukannya tak mau menjalin hubungan dengannya. Tapi apa benar seorang escort bisa menjaga
komitmennya?
“Maaf,
kamu escort kan?”
Shan
duduk di sebelahku. Mukanya masih
terlihat lesu. Kelelahan mulai nampak di wajahnya itu.
“Maaf,
aku baca itu di profil grindrmu”
“Iya,
mas. Tapi aslinya aku suka pria dewasa”
“Hmm”
“Kamu
suka aku, mas?”
“Suka”
“Trus?
Mau jadian sama aku?”
Shan
... Shan ... Shan.
Aku
memeluknya.
Aku
menciumnya sekali lagi.
Shan
membalas ciumanku.
“Aku
suka kamu, Shan. Tapi untuk jadian, aku butuh waktu”
“Lama?”
“Shan,
kamu serius?”
“Serius”
“What
about your wife?”
“Dia
kan gak tahu”
“Kita
jadian sembunyi-sembunyi?”
“Iya”
“Itu
yang berat buatku”
“Maksudnya
gimana?”
“Jujur
aku merasa sangat bersalah kalau menjalin hubungan sama pria beristri”
“Kamu
nggak sayang aku?”
“Sayang.
Aku sayang kamu. Tapi ... ah gimana ngomongnya ...”
“Karna
aku escort, kan?”
Aku
diam. Kuberi dia kesempatan bicara. Aku
ingin tahu apa yang ada dalam pikirannya. Meski dia ‘hanya’ seorang escort, dia
berhak bicara. Aku yakin, dia juga punya cinta dan sayang. Cinta yang berbeda
tentu saja.
Namun
entah, dalam benakku sudah tertanam bahwa seorang escort pasti menebar rasa
sayangnya pada semua pelanggannya. Apapun pasti dilakukannya demi lembaran-lembaran rupiah.
“OK.
Gak papa, mas. Aku terima”
“Jangan
salah sangka”
“Maksudnya
gimana?”
“Shan
... semua butuh proses. Kita lihat saja ke depan. Aku gak bisa memutuskan
sekarang. Bisa aja aku bilang ya sekarang, tapi kalau gak konsisten buat apa?”
“Iya,
mas”
“Thanks
sudah mengerti”
“Aku
masih boleh main ke sini?”
“Kapan
saja”
“Beneran,
mas?”
“Pasti”
“Thanks,
mas”
Kami
berciuman sekali lagi.
Lagi
dan lagi.
“Shan
... sekali lagi ya ...”
“Apa
...”
Aku
tak perlu menjelaskan apa yang kumau.
Kami bercinta sekali lagi. Kali
ini lebih romantis. Super romantis, malah.
Kami bercinta seolah esok kami
tak bakal bertemu lagi.
Damned
... I love him so much.
“I
Love You, Shan”
“I
love you too, mas”
-happy
ending-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar