Aku mulai
berselancar di Grindr lagi.
Sebenarnya ada rasa
malu juga sih, cos beberapa kali aku menyatakan sudah off dan pensiun dari
Grindr. Sudah kuhapus akunku di aplikasi-aplikasi gay seperti Grindr dan Blued.
Tapi, aku harus
mencari kencan dimana lagi?
Di jalanan? Waduh,
ingat umur JON!
Di Paty’s Street?
Oh Nooo … to risk!
Di Mall? Haduh,
nggak ada keberanian godain cowok-2 di sana.
So, jalan
satu-satunya adalah tetep lewat Grindr.
Namun, butuh kesabaran tingkat dewa kalau mencari kencan di sini. Beragam karakter cowok ada di sini. Dari yang
punya attitude hingga yang tak punya sopan santun sama sekali. Itu sudah resiko!
Cobalah aku ulas di
sini ya rekaman chattinganku:
1.
Si Bibir SEXY, 19 tahun, 170, 65.
“Hello …”
“Hola”
Si
bibir sexy mengirimkan fotonya. Manis
sekali. Fyuh, aku meleleh. Aku juga mengirimkan foto tubuh seksi tanpa
kelapaku.
“Hot
sekali bodimu, mas”
“Makasih.
Kamu juga manis”
“Kapan
bisa ketemuan?”
“Aku
di jogya, mas. Mas mau kesini?”
Huaaa … aku buru-buru
meneliti profilnya. Gusti Allah Pangeran,
ternyata dia berjarak ratusan kilometer dari tempatku berada. Kenapa sedari awal aku tidak membaca
profil-nya? Mungkin udah keburu ngeces gara-gara kiriman foto seksi dengan
ukuran penisnya yang huge itu.
Dasar, homo apes!
2. Chinese,
30 tahun, muscle, wajah standar.
“Ada pic?”
“ada”
Aku
mengirimkan fotoku yang bertelanjang dada. Dia juga mengirimkan foto seksinya.
Nice. Dia masuk dalam kategoriku.
“di PP bukan
picmu ya?”
“body asliku
kog”
Shit! Aku
tak pernah mengirimkan foto palsu ke orang yang akan kukenal. Itu sama saja
dengan penipuan. Bisa jadi dia ragu
melihat penampakan bodyku yang luar biasa seksi untuk ukuran pria seusiaku.
“Kalo kamu gak
suka, gpp kog”
Dia diam seribu
bahasa. Deal. Bisa jadi dia memang tak suka dengan lelaki dewasa. Aku
menghormati pilihan seleranya itu.
Case closed.
3. Emka, 30 tahun, profil tanpa muka.
“Hai
mas”
“Hai”
“Boleh
minta foto wajah?”
Aku
mengirimkan fotoku.
“Kamu
mas Jonas, kan?”
“Ha?
Kog tahu?”
“Aku
fans kamu dulu mas”
Aku
bengong. Kucoba mengingat-ingat masa
laluku. Soal fans, adalah beberapa cowok yang suka. Tapi itu dua puluh tahun
yang lalu. Pasti ada beberapa memoriku yang
sudah terhapus.
“Aku
Emka, mas”
Haa
… aku benar-benar lupa dengan Emka.
“Give
me a clue”
“Kita
pernah ciuman. Meski cuma sebentar”
Emka
… Emka … Emka …
Ya
Tuhan, tiba-tiba saja aku teringat dulu ada lelaki kecil, tinggi dan putih yang
sangat suka denganku. Emka,
namanya. Tapi saat itu aku sudah punya
BF. Jadi aku menolak rasa cintanya itu.
Lagian,
tampilannya waktu bukanlah tampilan seperti yang aku mau.
Dia
suka memakai celana cut bray ketat dan menjuntai ke jalan. Kalau sedang
berjalan, bakal bersih itu jalana. Aduh!!!
Tapi
sekarang dia sudah berubah jauh. Emka menjelma menjadi sesosok pria dewasa,
chuby, menarik dan hot. Hmm … bisa jadi
aku akan naksir padanya. At least dia sudah masuk dalam kategoriku.
“Kamu
top apa bot, mas?”
“BOT”
“Lho
kamu dulu kan TOP, mas”
“Iya,
itu dulu. Sekarang saya boty”
“Oalah,
mas. Emane …” kata Emka.
“Hahaha
…”
Guys,
entah sejak kapan aku memilih menjadi botty. Itu bukan pilihan, namun panggilan
jiwa. Kalau semua jadi TOP, terus yang jadi botty siapa? Harus imbang dong!
Sayangnya
menurut hasil survey, di komunitas homo sudah terjadi kelangkaan TOP. Sampai-sampai terjadi kesepakatan, seorang botty harus jalan dengan botty. Daripada jomblo dan
nggak segera dapet pasangan (top).
What
a (gay) life!!!