Translate

Rabu, 29 Maret 2017

SURVING AGAIN.



Aku mulai berselancar di Grindr lagi.

Sebenarnya ada rasa malu juga sih, cos beberapa kali aku menyatakan sudah off dan pensiun dari Grindr. Sudah kuhapus akunku di aplikasi-aplikasi gay seperti Grindr dan Blued.

Tapi, aku harus mencari kencan dimana lagi?



Di jalanan? Waduh, ingat umur JON!  
Di Paty’s Street? Oh Nooo … to risk!
Di Mall? Haduh, nggak ada keberanian godain cowok-2 di sana.

So, jalan satu-satunya adalah tetep lewat Grindr.  Namun, butuh kesabaran tingkat dewa kalau  mencari kencan di sini.  Beragam karakter cowok ada di sini. Dari yang punya attitude hingga yang tak punya sopan santun sama sekali.  Itu sudah resiko!

Cobalah aku ulas di sini ya rekaman chattinganku:

1.                 Si Bibir SEXY, 19 tahun, 170, 65.

“Hello …”
“Hola”

Si bibir sexy mengirimkan fotonya.  Manis sekali. Fyuh, aku meleleh. Aku juga mengirimkan foto tubuh seksi tanpa kelapaku.

“Hot sekali bodimu, mas”
“Makasih. Kamu juga manis”

“Kapan bisa ketemuan?”
“Aku di jogya, mas. Mas mau kesini?”

Huaaa … aku buru-buru meneliti profilnya.  Gusti Allah Pangeran, ternyata dia berjarak ratusan kilometer dari tempatku berada.  Kenapa sedari awal aku tidak membaca profil-nya? Mungkin udah keburu ngeces gara-gara kiriman foto seksi dengan ukuran penisnya yang huge itu.

Dasar, homo apes!


2.      Chinese, 30 tahun, muscle, wajah standar.

“Ada pic?”
“ada”

Aku mengirimkan fotoku yang bertelanjang dada. Dia juga mengirimkan foto seksinya. Nice. Dia masuk dalam kategoriku.

“di PP bukan picmu ya?”
“body asliku kog”

Shit! Aku tak pernah mengirimkan foto palsu ke orang yang akan kukenal. Itu sama saja dengan penipuan.  Bisa jadi dia ragu melihat penampakan bodyku yang luar biasa seksi untuk ukuran pria seusiaku.

“Kalo kamu gak suka, gpp kog”

Dia diam seribu bahasa. Deal. Bisa jadi dia memang tak suka dengan lelaki dewasa. Aku menghormati pilihan seleranya itu.
Case closed.

3.       Emka, 30 tahun, profil tanpa muka.

“Hai mas”
“Hai”

“Boleh minta foto wajah?”

Aku mengirimkan fotoku.

“Kamu mas Jonas, kan?”
“Ha? Kog tahu?”

“Aku fans kamu dulu mas”

Aku bengong.  Kucoba mengingat-ingat masa laluku. Soal fans, adalah beberapa cowok yang suka. Tapi itu dua puluh tahun yang lalu.  Pasti ada beberapa memoriku yang sudah terhapus.

“Aku Emka, mas”

Haa … aku benar-benar lupa dengan Emka.

“Give me a clue”
“Kita pernah ciuman. Meski cuma sebentar”

Emka … Emka … Emka …

Ya Tuhan, tiba-tiba saja aku teringat dulu ada lelaki kecil, tinggi dan putih yang sangat suka denganku.  Emka, namanya.  Tapi saat itu aku sudah punya BF.  Jadi aku menolak rasa cintanya itu.

Lagian, tampilannya waktu bukanlah tampilan seperti yang aku mau.

Dia suka memakai celana cut bray ketat dan menjuntai ke jalan. Kalau sedang berjalan, bakal bersih itu jalana. Aduh!!!

Tapi sekarang dia sudah berubah jauh. Emka menjelma menjadi sesosok pria dewasa, chuby, menarik dan hot.  Hmm … bisa jadi aku akan naksir padanya. At least dia sudah masuk dalam kategoriku.

“Kamu top apa bot, mas?”
“BOT”

“Lho kamu dulu kan TOP, mas”   
“Iya, itu dulu.  Sekarang saya boty”

“Oalah, mas. Emane …” kata Emka.

“Hahaha …”

Guys, entah sejak kapan aku memilih menjadi botty. Itu bukan pilihan, namun panggilan jiwa. Kalau semua jadi TOP, terus yang jadi botty siapa?  Harus imbang dong!

Sayangnya menurut hasil survey, di komunitas homo sudah terjadi kelangkaan TOP.  Sampai-sampai terjadi kesepakatan, seorang botty harus jalan dengan botty.  Daripada jomblo dan nggak segera dapet pasangan (top).

What a (gay) life!!!

1 komentar: