“Aku sudah di depan warung, mas,” pesan Adi di WA ku.
Aku segera membayar semangkuk mie dan sebungkus
kerupuk yang kumakan tadi. Aku buru-buru
keluar dari warung dan menemui Adi.
Dan ... Not Bad, he looks yound and cute.
“Hai ... langsung cabut aja ya” kataku
mengajaknya masuk ke dalam mobilku.
Di dalam mobil, kami saling bercerita tentang
kegiatan kami masing-masing. Adi adalah mahasiswa semester akhir di universitas negeri ternama
di surabaya. Dia sedang fokus pada skripsinya.
Jadi ada banyak waktu luang.
Beberapa lama berbincang, aku baru menyadari
bahwa dia mirip dengan teman lamaku, BAGUS.
Bagus. Iya, Bagus.
Ingatanku melayang kepada Bagus. Waktu itu aku baru terjun di dunia gay. Dan
aku merasa bahwa Bagus ini bener-bener lelaki idaman gay. Kulitnya putih, wajahnya bersih dan pintar.
Omongannya nggak ada yang basi sama sekali. Semua serba uptodate.
Sayangnya dia sudah punya pasangan gay.
Dan aku yakin sekali, dia sama sekali tak
tertarik padaku. Kami hanya berjodoh
sebagai teman. Tak lebih. Padahal saat itu aku juga ingin mencicipi tubuh segarnya itu. Aku ingin mengecup lembut bibir seksinya yang
berwarna merah jambu. Tapi itu hanya keinginanku
saja. Selanjutnya kami hanya berteman
saja. Tak lebih.
“Kamu mirip Bagus”
“Bagus siapa?”
“Temanku dulu. Btw nama bapakmu bukan bagus,
kan?”
Tiba-tiba saja aku jadi curiga sendiri.
Jangan-jangan Adi ini adalah anak Bagus.
Secara tekstur wajah, bentuk bibir dan cara bicaranya sangat mirip
dengan Bagus. Aku dan bagus memang sudah
loss contack cukup lama. Berita yang kudengar dia sudah menikah dan tak hilang
dari peredaran di dunia gay.
Kalau sudah punya anak, bisa jadi seumuran ADI.
“Bukan mas”
“Alhamdulillah. Yakin, bapakmu bukan Bagus?”
“Bukan mas”
“Syukurlah”
“Lah ... kenapa emang?”
“Dulu aku janji sama dia nggak bakal merusak dia
dan keturunannya”
“hahahaha ...”
Tanpa terasa, kami sudah tiba di tujuan. Satu tempat di pinggir pantai tempat para
lelaki dan wanita berkencan. Aku memang janji mengajari ADI bercinta di tempat
yang tak lazim. Aku ingin bercinta di
dalam mobil saja.
“Disini?”
“Yup”
“Nggak sewa kamar saja, mas?”
“Nggak. Udah biasa itu”
“Hmm ... aku bisa romantis kalau ML di kamar”
“O ya? Trus di mobil gak bisa romantis?”
“Hmm ... bisa. Tapi geraknya kan terbatas”
“Ah gak kreatif kamu”
“maksudnya?”
“Ubah saja mindset kamu. Anggap saja sofa mobil
ini kamar hotel”
“Hmm ...”
“Bisa?”
“Kita coba aja mas”
“Good boy!”
“Trus aku harus gimana?”
Hahaha ... dasar mahasiwa bodoh.
Do not ask too much!
Do more Action, plis!
Lampu mobil kumatikan. AC tetap aku
nyalakan. Dan aku langsung menyergap
bibirnya dengan bibirku. Adi membalas ciumanku dengan ciuman panasnya. Bibir
kami saling berpadu dengan ganasnya. Lidah Adi langsung bergerak menelusuri bibir dan gigi
geligiku. Nafasnya terdengar mendesis-desis.
Fuck!
Tiba-tiba saja aku bergidik ngeri. Suara desis itu sedikit menggangguku. Aku seperti mendengar suara seekor ular derik
di dekatku. Aku jadi menduga-duga apakah
ini suara ular beneran atau suara desis
Adi yang sedang dilanda gairah? Atau
jangan-jangan memang ada ular yang tersesat dan masuk ke dalam mobilku?
Aku harus memastikan sumber suara desis itu.
Sudah tahu kan, aku phobia sama ular.