Aku mulai bergumul
dengan Ho***t, aplikasi gay yang nggak perlu pake pengacak lokasi untuk
menggunakannya. Dibanding Grindr, aplikasi ini lebih asyik, karena kita bisa melihat jumlah pengguna tanpa
dibatasi jumlahnya.
“Hai om”
“Hai. Dimana dik?”
“Om dimana?”
“Di sby”
“Sama dong. Sby mana?”
“Ke*****n”
“Deket ya”
“O ya? Kamu dimana?”
“Si*****o”
“Deket banget sama
kerjaku”
“Nama kamu siapa?”
“Yoki”
“Aku Arya”
“OK. Aku panggil kamu om
aja ya?”
“Boleh”
“panggil Papa, boleh?”
“Boleh. Tar aku panggil
kamu mama”
“Hahaha. Nakal om ini”
“Lihat fotomu dong”
Dia membuka akses galerinya.
Beberapa fotonya nampak sangat muda dan
ceria. Aku suka tipikal pria-pria yang seperti ini. But, hei …. dia masih 24 tahun. Pria yang
masih sangat muda. Usianya separuh
umurku.
Butuh beberapa waktu
untuk mendeteksi sosok Yoki. Aku memang bukan paranormal seperti Rio Kiyosih.
Tapi aku bisa menilai pribadi seseorang dari foto. Apakah dia pria yang baik
atau pria yang busuk, itu semua terpancar dari wajahnya.
“Gak suka ya om?”
“Gak jelas”
Dia mengirim satu foto lagi. Kali ini lebih jelas. Kulit wajahnya putih,
matanya agak sipit, mirip pria Jepang, bibirnya tebal. Nice face. Wajahnya juga terlihat polos. Aku
suka. Terutama dengan bentuk bibirnya yang seksi itu. Aku yakin dia suka dengan
aktivitas kissing.
“Itu om. Mau fun gak
om?”
“Mau aja”
“Asyik”
“Oke. Kamu mau apa?
Kissing? Gesek2an atau ketemuan aja?”
“Om top apa bot?”
“Aku apa aja, pokok kamu
senang”
“Wew. Aku top, om”
“Mantap. Emang gede
tititmu?”
“Lumayan, om”
Hahaha …
Aku memang suka
penasaran kalau ada yang mengaku sebagai TOP. Dalam bayanganku, sebagai TOP dia
harus punya penis yang gede, dong. Lha masak iya, penis kecil tapi mengaku-aku
sebagai seorang TOP! Mau dipake slilit
apa? Bottom sekarang kan pantatnya lebar-lebar!
bersambung …