“Boleh main ke tempat mas sekarang?”
Aku berpikir-pikir lagi. Aku tak boleh
memasukkan seorang pria gay yang tak kukenal ke dalam rumah. Apalagi dia mau
menginap. Bukan pelit, tapi ini untuk menjaga keamana diriku sendiri.
Aku coba menganalisis profilnya.
Dias, 21 tahun, 175, 60, vers.
Dari foto yang dikirimkannya, sepertinya dia
orang baik. Wajahnya bersih, agak tirus dan terlihat tampan. Tak ada
tanda-tanda kriminal sama sekali di wajahnya. OK. Aku putuskanuntuk menerima
tawarannya itu. Diaz boleh menginap di rumahku.
“Thanks, mas. Aku meluncur ya”
“OK”
Aku segera membereskan kamarku. Beberapa hari ini kamarku memang terlihat
berantakan. Belum ada waktu untuk membersihkannya. Aku malu kalau orang yang
masuk ke dalam kamar melihat keadaan kamarku yang berantakan.
Ring – ring – ring.
Ada satu notifikasi di hapeku. Satu pesan
dari Diaz.
“Aku udah di depan rumahmu, mas”
Lho, cepet banget. Perasaan belum ada lima
menit kami saling berkirim pesan tadi. Tadi Diaz bilang sedang ada di Grand
City. Kuperkirakan butuh waktu 15 menit untuk sampai di rumahku.
“HAI ...” kataku menyapanya.
Diaz turun dari GOJEK, dan segera
menghampiriku. Kubuka pintu pagar dan
mempersilakannya masuk ke dalam rumah. Kusuruh langsung masuk ke dalam
rumah. Kampungku terlihat sepi. Sudah
pukul setengah dua belas malam.
“Kamu ganteng, mas ...” katanya sambil
memelukku erat.
“Hehehe ... kamu juga” kataku balas
memeluknya.
Kami berciuman bibir. Spontan saja.
Bibir Diaz memang seksi. Tebal
atas dan bawah. Ini jenis bibir yang aku
suka. kami hanyut dalam ciuman yang
panas. Kumatikan lampu. Kurebaghkan
tubuhnya di atas ranjangku.
Diaz mendesah.
Aku segera menelanjanginya. Tubuhnya putih
bersih. Tak ada noda setitikpun di
tubuhnya. Dadanya, perutnya dan
pantatnya terlihat mulus. Aku ngaceng maksimal melihat keelokan tubuhnya ini.
“Fuck aku, mas ...”
Aku segera memenuhi keinginanannya ini. Kugeser-geser penisku di belahan bongkahan
pantatnya. Diaz mendesah. Tangannya meraih pantatku seolah memberi
tanda agar aku segera memasukkan penisku ke dalam pantatnya.
BLESSSS ... BLESS ...
Kurasakan nikmat yang teramat dasyat. Penisku berasa dicengkeram oleh segumpal daging
yang berdenyut-denyut. Kutusukkan
penisku ke dalam anusnya dengan nada tak beraturan. Kadang cepat kadang pelan.
Beberapa kali kami berganti gaya.
Sepertinya Diaz memang power botty. Gayanya sudah expert bak pemain-pemain bokep
di Belami. Tak cuma bibirnya yang bermain, bahkan kaki dan tangannya juga
lincah beraksi.
Aku kewalahan.
Aku tak kuat menahan serbuan aksi Diaz ini.
ADUH!!!
“Napa, sayang?”
“Aduh. Aku mau muncrat”
“Sekarang?”
“Iya”
Ada kecewa di gurat wajah Diaz. Bisa jadi
dia belum puas dengan permainan kami ini.
Diaz masih ingin aku berlama-lama.
“Aduh ...”
“Keluarkan di dalem mas ...”
Aku segera menusukkan penisku lebih dalam.
Dalam lagi hingga mentok.
Dan ...
CROT CROT CROT ...
Aku klimaks.
Spermaku muncrat begitu saja ke dalam lubang anus Diaz. Kutahan agak lama agar penisku tuntas memuntahkan
sperma. Diaz segera membalik
tubuhku. Aku ada di bawah tubuhnya.
Diaz mulai mengocok penisnya.
“Ahh ... ahhh ... aduh ... enak mas ...”
CROT CROTT CROT ...
Diaz mencapai klimaks di atas tubuhku. Hampir bersamaan dengan penisku yang lepas
dari lubang anusnya. Kami berciuman dalam.
“Urgh ... enak mas”
“Maaf, gak bisa lama”
“Gak papa”
“Thanks”
Kami langsung tertidur pulas dalam posisi
telanjang. Diaz tidur di dadaku. Kami tidur bersama dalam kondisi telanjang
dan saling berdekapan. Sesekali kuelus
punggungnya. Kuamati wajahnya yang tampan.
Ya Tuhan, aku bisa jatuh hati dengannya.
BUT ...
KROK ... KROOOOKKK ... KROOOKKKKKK ...
Dan sepanjang pagi, aku tak bisa tidur. Aku tak bisa tidur dengan suara dengkur yang
begitu keras di telingaku. Bisa jadi dia memang sedang lelah. Tapi suara dengkurnya ini menggangguku.
Aku tak bisa tidur.
Aku tak bisa istirahat.
Aku tak bisa mencintainya lagi.
Cintaku langsung hilang seiring dengan
dengkur Diaz yang menghunjam dalam ke telingaku. Semakin dalam dan semakin
dalam.
Sorry, Diaz.
Saya tak mungkin mencitai pria pendengkur
like you.
I am sorry.