Dia pasti melihat gelagatku yang aneh. Memang. Aku sedang salah tingkah. Mataku pasti tak fokus pada tontonan di televisi.
Pikiranku kacau melihat penis Dhimas yang super besar itu.
“Nggak
papa, takjub aja,” jawabku sekenanya.
“Takjub
apa?”
“Lihat
penis kamu”
“hahaha
... ini bisa saja mas”
“Sudah
sangat besar, menurutku”
“Trus
mau pijat sekarang atau ...”
Dhimas
melepas baju dan celananya. Dia hanya
menyisakan celana dalam putih bermerk GT-Man. Tubuhnya benar-benar terjaga.
Bahunya kekar, dadanya membusung dan pahanya begitu kokoh. Perfect man.
Aku
berbalik badan.
“Hug
me ...”
Dhimas
memelukku erat. Kedua tangannya merengkuh kedua pantatku. Tubuhnya begitu erat melekat di tubuhku. Harum tubuhnya begitu tajam menembus indra
penciumanku. Bau lelaki seksi. Bukan
parfum mahal memang, tapi aku begitu suka dengan aromanya.
“Kiss
me ...”
Dhimas
mencium bibirku. Tenaganya begitu kuat
membetot bibirku bergantian. Oh No!!! Ini bukan ciuman romantis. Ini ciuman sebatas kewajiban antara pembeli
dan penjual. Saya memang membayarnya
untuk pelayanan massage plus plus. Tapi
saya tak ingin diperlakukan seperti ini.
I wanna him as my lover this night.
“Ssst
... kamu diam saja ...”
Aku
membuka baju dan celanaku. Kami
sama-sama bercelana dalam saja. Kupeluk
Dhimas lembut. Kucium bibirnya dengan
pelan. Bergantian atas dan bawah.
Sementara itu kedua tanganku bergerilya ke leher, dada dan berakhir di
ujung selangkangannya.
Bisa
kurasakan bulgenya menebal.
Dhimas
sudah ngaceng berat. Inilah lelaki yang
kusuka. Seimbang antara bentuk tubuh
kekarnya dan kemampuan penisnya merespons birahi yang terjadi. Lelaki super!
You are my superman, Dhimas!!!!
Kami
langsung bergulingan di atas ranjang.
Bibir kami saling berpadu, tubuh kami saling menyatu dan napas kami
mulai menderu. Dhimas bertindak aktif. Dia mulai menghisap kedua putingku
secara bergantian. Hisapannya benar-benar hisapan seorang yang ahli.
“Aduh
... Argh mas ... aku gak tahan”
“Tahan
mas”
Dhimas
semakin beringas. Tangannya merenggut celana dalamku. Membuat penisku terbebas dari
hambatan. Aku sudah ngaceng berat. Dhimas juga membuka celana delamnya. Rudalnya langsung menegang dengan
kerasnya. Perfect penis.
Lalu
dia mulai merimming pantatku. Lidahnya
bermain-main di seluruh permukaan anusku.
Hingga ke dalam lubangku. Bisa
kurasakan betapa sedapnya permainan lidahnya ini. Aku kian menjerit, meronta dan menginginkan
dia sepenuhnya.
Kuhentikan
aksinya ini, kutarik bahunya. Kucium bibirnya dalam-dalam. Kubilang,”FUCK ME NOW. I want you. I need You”
Dhimas
seolah mengerti dengan keinginanku, meski dia sepertinya masih ingin
berlama-lama merimming pantatku. Aku
sudah tak sanggup. Aku ingin dia segera
menusukkan penisnya ke dalam pantatku.
“PLIS
... FUCK ME!”
Dhimas
membuka satu kondom Sutra dan memakaikannya di ujung penisnya. Sejujurnya aku tak suka memakai kondom kala
berhubungan seks. Seperti ada pembatas
diantara aku dan dia. Tapi, demi keamanan
kami berdua, aku harus menggunakan kondom juga.
“Urghhh
... kurang kebawah, mas”
Dhimas
mengarahkan penisnya ke bawah sesuai instruksiku. Tapi ujung penisnya menekan arah yang
salah. Kadang terlalu ke atas, kadang
terlalu ke bawah. ANJING!!!!! Gigolo Bodoh!!!
Aku
segera membalik posisiku.
Kuletakkan
tubuhnya di bawah. Aku berdiri
mengangkanginya dan mulai mengarahkan ujung penisnya ke dalam pantatku. Dhimas terperangah. Dia pasti heran, apakah aku bisa menelan
penis besarnya itu dengan cara ini?
“”Aduuuuh ... argh ... sakit ...” rintihku saat
penisnya mulai kududuki.
Dhimas
segera bangun. Dia mencium bibirku
dengan dalamnya. Tak ada lagi suara
kesakitanku. Aku hanya merasa ada benda tumpul
yang dengan kokohnya mulai merangsek masuk ke dalam lubang anusku.
“FUCK!!!”
“Sakit,
mas?”
“GAK.
AKU SUKA”
Dan
aku mulai menggoyang-goyang penisnya.
Maju mundur, ke kanan dan kekiri.
Sementara tanganku memuntir puting Dhimas. Dhimas mengikuti gerakan pantatku yang
berputar-putar.
Matanya
merem-melek keenakan.
“Enak,
sayang?”
“Banget,
mas”
“Arggghhh
... aku mau muncrat, mas”
“Keluarkan
mas ...”
Aku
mempercepat gerakan putaran pantatku.
Penis Dhimas juga seolah kian mengganas.
Kami sama-sama berpacu menggapai puncak kenikmatan. Aku kian liar. Nafsuku sudah tak terkendali. Spermaku langsung muncrat begitu saja ketika
kurasakan klimaks.
Dhimas
belum klimaks.
Yang
dia lakukan hanya memegang pantatku dan menekan-nekannya. Dia tahu, aku kelelahan. Dan aku pasti tertidur kalau sudah kelelahan
begini.
SHIT.
Aku
mencium bibirnya dengan lembut. Dhimas
membalas ciumanku dengan mesra. Ada rasa
bersalah karena kami tidak bisa mencapai klimaks sama-sama. This is not fair. Seharusnya aku mencegah orgasmeku.
Tapi
entahlah, aku ingin segera menuntaskan kepuasanku. Terdengar egois alias selfish memang.
“Maaf,
aku keluar duluan”
“Gak
papa. nnti lagi, mau kan?”
“WHAT?”
“Sekali
lagi ya ...”
“Iya”
Entah
apakah ini rejeki atau apa. Yang jelas
baru kali ini aku mendengar ada seorang gigolo yang minta servis kedua dari
kliennya. Is he falling in love to me?
Haaa aku tak ingin menduga-duga.
Terlalu naif menebak rasa cinta seseorang dengan begitu cepat!
Apa
mungkin seorang gigolo jatuh cinta dengan kliennya?
I
thinks that’s impossible.
Ga sabar nunggu lanjutannya
BalasHapus