Tiba-tiba saja aku
terbangun dari tidurku. Seharian tadi
kegiatanku di kantor memang terasa sangat melelahkan. Bukan kegiatan fisik sih,
hanya saja beberapa pekerjaan ini
menguras pikiranku. Dan memeras pikiran nyatanya lebih melelahkan ketimbang
memeras tenaga.
Muncul rasa galau,
gelisah dan kacau yang aku sendiri tak tahu apa yang sedang ada dalam
pikiranku. Ingin mencintai tapi siapa yang harus kucintai? Ingin memeluk
seseorang tapi siapa yang harus kupeluk? Ingin mencurahkan keluhan hati, tapi
pada siapa? Aku tak tahu.
Ini resiko yang harus
kamu terima, Jo!
Sebagai jomblo akut,
kamu harus siap dan rela menerima perasaan-perasaan sepi dan kacau yang kadang
bisa menghancurkan harga dirimu. FUCK!!!
Jujur kadang saya lelah dengan semua ini.
Bisa jadi ini adalah
depresi seperti yang dialami artis-artis top macam Tommy Page hingga memutuskan
untuk bunuh diri. Amit-amit jabang
bayi. Sumpah tak ada niatan secuilpun untuk bunuh diri.
Saya masih ingin
hidup bahagia.
*
Aku mulai membuka
GRINDR.
Kupandangi foto-foto
lelaki seksi yang dengan pongahnya memamerkan kemolekan wajah dan tubuhnya.
Haaa … berani taruhan, tidak semua foto
itu asli. Beberapa akun ada yang masih
menggunakan foto palsu untuk memikat birahi lelaki.
Pandanganku tertuju
pada profil lelaki muda yang Nampak sedang beraksi di pinggir kolam renang.
Wajahnya memang tidak terlihat dengan jelas, namun bahu dan dada gempalnya yang
putih dan kekar membuat fantasiku tiba-tiba saja melayang.
Bahu kokoh seperti
itulah yang sanggup membuatku nyaman.
Dada ketat melenting
seperti itulah yang sanggup buatku bahagia.
Kubaca lagi
keterangan di profilnya. Tingginya 182
cm dengan berat badan 73 kilogram. What an ideal body! Tanpa banyak piker, kucatat
segera nomor telepon yang dia pasang di profilnya.
Oh ya … DIMAS,
namanya.
Ada rasa bimbang
ketika aku memutuskan untuk menghubungi Dimas. Ragu ragu tiba-tiba saja
muncul. Langsung terbayang beberapa
kisah seram yang terjadi saat para gay nahas yang berhubungan dengan ‘kucing
nakal’ yang mengiklankan diri di situs gay.
Tapi aku yakin, tak
semua kucing nakal.
Dan aku merasa bahwa
Dimas juga bukanlah kucing nakal. Bisa
saja dia hanya mencari uang tambahan lewat jasa pijat. Beberapa tukang pijat gay yang kukenal juga
bukanlah maling, copet atau pembunuh seperti yang ada di berita criminal harian
kuning itu.
“Hai, Mas”
“Iya”
“Berapa tarifmu?”
“300”
“OK. Bisa datang ke
rumah?”
“Bisa mas”
“Kamu asli yang ada
di foto itu?
“Itu foto asliku, mas”
“OK. Bisa datang malam
ini?”
“Bisa mas”
Aku segera mengirim
lokasi rumahku ke folder pesannya.
Gling gling gling.
Pesan terkirim.
Damned!
What did I do!
Ini tindakan gila.
Tak semestinya aku
melakukan ini.
Tapi aku harus bersikap
ksatria. Seorang satria tak boleh menelan ludahnya sendiri. Dan pesan yang sudah terkirim, tak selayaknya
dibatalkan lagi. Itu sama saja dengan
menjilat air ludahku sendiri.
Fuck.
I really hate myself.
Kubenci dengan
kelemahanku. Aku lemah saat merasa sepi,
sendiri dan tak ada tempat untuk berbagi. Ini resiko yang harus kuterima kala
aku memutuskan untuk menjadi single.
Dan aku juga harus
menerima semua resiko atas perbuatan yang kulakukan. Hidup atau Mati.
“Aku OTW, mas”
“Kutunggu”
“Makasih mas”
“Sama-sama”
Aku segera menyiapkan
diri. Entah bahagia atau duka yang akan aku dapat bersama Dimas nanti. Hatiku
mulai gelisah. Jantungku berdetak keras.
Darahku mengalir dengan derasnya.
Bisa jadi, detik-2 kematianku segera tiba.
BERSAMBUNG …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar