“Pak,
kita sewa kamar yuk!”
“Siapa
yang bayar?”
“Bapak
yang bayar”
“Haaa
... gaklah. Waktuku terbatas”
“Aduh
... gimana pak?”
“Kenapa?”
“Aku
pengen keluar sekarang”
“Ya
udah sini aku keluarkan”
“Di
sini?”
“Iya”
“Dilihat
orang nanti”
“Siapa
yang lihat?”
“Yang
lewat itu?”
“Biarin
aja. Kalau dia lewat, aku ajak sekalian. Biar rame”
“Anjis.
Gila lo pak”
“Memang”
Aku
menghela napas panjang. Anak sekarang
memang begini. Maunya yang cepet-cepet, tapi nggak mau keluar duit. Aku bisa
saja sih menyewa satu kamar. Tapi buat
apa? Kan waktu kami terbatas. Lagian
cuma buat satu crot saja, masak butuh satu kamar sih?
“Pak
...”
Rizky
mendekat. Bibirnya langsung menyerbu
bibirku. Lumayan. kali ini bibirnya sudah tak kaku lagi. Aku membalas ciumannya dengan lembut. Kami berpagut dengan mesranya. Tubuh kami
menyatu dengan eratnya.
Kami
seolah tak peduli dengan sekitar.
“Pak,
ciumanmu enak sekali”
“Kamu
juga jago kissing”
“Aku
belajar dari kamu, pak”
“Hah.
Gaklah”
Satu-dua
pemotor mulai lewat. Mata mereka melihat
ke arah kami dengan penuh curiga. Posisi kami memang sedikit mencurigakan. Tanganku menyentuh pantat Rizki, sementara
Rizki masih juga menyentuh bahuku dengan eratnya, seolah takut kehilanganku.
Hah.
Lebay sekali malam ini aku.
Beberapa
menit sepi. Tak ada pemotor ataupun
pejalan kaki yang lewat. Aku segera
mendekatkan tubuh Rizky ke dalam pelukanku.
Kubuka ritsluiting celananya dan kukelaurkan penisnya yang sudah
mengeras dengan kuatnya.
Aku
menurunkan posisi leherku ke bawah, persis di depan selangkangannya.
Rizky
mendesah. melenguh, tepatnya. Dan pantatnya secara otomatis maju mundur di
mukaku. Penisnya sudah amblas ke dalam
mulutku. Bergerak maju mundur dengan
liarnya. Sesekali aku tersedak karena
sodokan liar penisnya di mulutku.
“pakkk
... arssshhh ... uurhgghh “
“keluarkan
... sekarang ...” erangku lemah.
“Addd uuu hhh
... aaa kkk uuu ... “
CROT
CROT CROOOOTTT ....
Sperma
Rizki meluncur tak terkendali di dalam mulutku.
Mengalir dengan derasnya ke dalam mulutku dan meluncur tajam ke dalam
tenggorokanku. Aku menekan dalam –dalam pantatnya
hingga penisnya yang mulai lemah kian masuk ke dalam mulutku.
Ada
kepuasan tersendiri yang kurasakan kala spermanya muncrat di dalam
mulutku. Aku menelan semuanya tanpa
tersisa setetespun. Rizki menarik
penisnya. Penisnya nampak bersih tak
bernoda sedikitpun. Ada rasa puas di
wajahnya.
“kamu
hebat, pak”
“kamu
juga”
Kami
berciuman sekali lagi.
“Pak,
aku pulang ya ...”
“Iya.
Ati-ati di jalan”
“Makasih
pak ...”
“You’re
welcome”
“Bapak
kesini lagi, kapan?”
Aku
tak menjawab pertanyaannya itu. Ada
pertanyaan yang tak perlu dijawab.
Lagian buat apa dijawab, karena saya tahu itu hanya basa-basinya saja. Pertemuan kami kali ini juga bukanlah pertemuan
khusus.
It
is just an accidental sex
Quicky
sex.
Rizky
quick sex.
Aku
juga memutuskan untuk pulang saja. Hari
sudah larut malam menjelang pagi. Tak
baik terlalu lama berada di tempat ini.
Toh kebutuhan seksualku sudah terpenuhi.
Apalagi yang harus aku tunggu.
See
you, Patty’s Street.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar