Buat saya, keluarga
itu nomor satu.
Keluarga adalah
tempat kita kembali ketika diluar sana tak ada yang mau menerima kita. Hanya
keluarga tempat kembali kita yang terbaik. Itu sebab, saya selalu mengutamakan
kepentingan keluarga meski ada beberapa ego yang harus saya korbankan.
Yes, I am a family
man
*
Namun seharmonis
apapun sebuah hubungan keluarga, pasti akan terjadi sebuah perpecahan yang
kadang berawal dari hal sepele.
Siang itu, aku dan
kakak perempuanku bertengkar hebat.
Dia tersinggung saat
aku bilang,”Hatinya busuk.”
Saya sudah tak kuat
menahan perasaan marah saya. Setiap kali saya akan pergi ke luar kota bersama
emak, dia tak pernah menjawab izin saya. Saya biarkan saja.
Tapi kemarahan saya
memuncak saat dia mulai mengasari emak saya. Dia sepertinya tak suka saat saya
pergi bersama emak. Dia ingin kami tak pernah pergi bersama-sama.
Hingga akhirnya
terucaplah kalimat itu.
Kalimat singkat yang
mungkin menohok hatinya. Dia langsung mengeluarkan kata-kata yang teramat
sangat tidak pantas keluar dari mulutnya.
Saya dituduhnya
sering membuat ibu saya sakit hati.
Saya dituduhnya akan
menguasai harta keluarga.
Saya dituduhnya
berhati jahat kaya ‘t**k’.
Saya dicap sebagai
saudara yang bang**t.
Dia menuntut saya
membayar hutang-2 kepadanya.
Astagfirullah.
Sungguh jahat
tuduhannya itu. Itu semua sungguh
tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan. Saya bisa membantah itu semua. Saya punya
dasar-dasar dan bukti nyata bahwa saya bukanlah seperti yang dia tuduhkan.
Saya seharusnya
kalap.
Saya seharusnya
marah besar.
Saya seharusnya
menampar dan membungkam mulutnya.
Tapi itu tidak saya
lakukan.
Saya hanya bilang,”Terserah
kamu anggap saya apa. Kamu harusnya tahu diri. Kamu nggak sadar apa-apa yang
sudah saya lakukan untuk keluarga? Berani kamu bilang saya punya hutang ke
kamu?”
Saya tak pernah suka
mengungkit-ungkit apa yang sudah saya berikan pada seseorang. Tapi tuduhan
jahat itu membuat saya lupa diri. Saya beberkan apa-apa yang sudah saya
berikan.
Tapi bukannya sadar,
kakak saya malah kalap.
Dia bilang mau pergi
dari rumah. Dia mau minggat. Dia merasa sudah berbuat banyak pada keluarga tapi
tidak ada yang menghargai. Dia merasa merawat ayah saya yang sedang sakit
adalah beban berat buatnya.
Ya Tuhan.
Kakak saya ini pasti
sedang kemasukan setan. Kalau dia menganggap saya buruk, its oke, saya terima
tuduhannya itu. Tapi kalau dia bilang merawat orang tua adalah sebuah beban? Oh
no. Saya tidak bisa terima itu.
Dulu saya merawat
ayah sendiri. Saat ibu sakitpun saya lakukan sendirian. Tidak ada kata menyesal
atau mengeluh tentang itu semua. Semua itu saya anggap sebuah kewajiban selaku
anak.
Saya tidak mau merawat
orang tua dibilang sebuah beban. Itu dosa besar. Orang bilang itu perbuatan
anak durhaka. Dan balasan dari durhaka pada orang tua adalah neraka jahanam.
Astaghfirullah.
**
Sudah hampir sebulan
saya mendiamkannya.
Saya dan emak sudah
sepakat tidak akan menahannya seandainya kakak saya akan pergi dari rumah. Dia
bukanlah gadis kecil lagi. Usianya sudah hampir lima puluh tahun. Usia yang
sudah teramat sangat matang untuk menentukan arah hidupnya.
Saya dan emak
menahan diri saat kakak saya itu koar-koar ke temannya, ke tetangga dan ke
bossnya tentang permasalahannya itu. hahaha. Itu perbuatan yang tidak dewasa.
Para tetangga juga
tahu, siapa yang memberinya makan ketika perceraiannya dengan suaminya terjadi
empat tahun yang lalu. Para temannya
juga tahu siapa yang mebelikannya ini-itu ketika dia tak bekerja dan tak punya
penghasilan sepeserpun.
Itu semua saya dan
emak yang menanggung.
Jadi kalau sekarang
dia koar-koar kepada sana-sini, hehehe … saya yakin semua juga tahu siapa yang
salah. Lagian ini kan bukan masalah siapa yang salah siapa yang benar.
Jadi saya dan emak
tak mengacuhkannya.
Nyatanya kakak saya
tak berani meninggalkan rumah. Emang dia pikir tinggal di luar sana gratis?
Hola, baru sadarkah dirimu bahwa kamar-kamar kost di luar sana sudah sedemikian
mahalnya? Rate sewa sudah antara 500k s.d. 1 juta rupiah per bulan.
Apa sanggup dia
bayar itu semua?
Gaji yang dia terima
saat ini saja berkisar dua juta rupiah saja. Apa cukup hidup di luar dengan
gaji segitu?
Sepertinya ini
memang ujian kesabaran buat saya dan emak.
Bagaimana bisa, kami
yang sudah berkorban seberat ini masih juga dianggap seperti sampah? Sekali lagi, ini saya anggap sebagai ujian
keikhlasan saya.
Bagaimana sikap saya
ketika kita yang sudah berkorban habis-habisan namun malah dituduh dengan
tuduhan yang tak pantas? Masya Allah.
Sumpah, kalau mengingat ini semua saya menangis.
Bagaimana bisa dia,
kakak kandungku menuduhku dengan tuduhan sejahat itu?
Ini benar-benar menyakitkan
hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar